Artikel Pilihan 1.
Tajuk : Islam : Dari Patani hingga ke Palembang
Posted by: faizn in Kelantan-Patani's Forgotten History
Sumber ; http://faizn.blog.friendster.com/2008/07/islam-dari-patani-hingga-ke-palembang/
Pembahasan tentang Dunia Melayu secara keseluruhan, tidak mungkin tanpa menyertakan wilayah Patani sebagai salah satu bahagian di dalamnya. Secara sejarah, wilayah Patani sejak awal telah memiliki keberkaitan dengan dunia Melayu, baik dalam bidang sosial, politik, perdagangan, ataupun kesusasteraan dan budaya.
Patani, yang secara geografis terletak di pesisir timur wilayah Selatan Thailand ini, sebelumnya pernah menjadi salah satu pusat kerajaan Melayu, dan hingga kini, sisa-sisa kejayaannya tersebut masih kelihatan, terutama kerana komuniti Muslim Melayu di Patani masih menggunakan bahasa Melayu (dialek Yawi/Jawi) dalam kehidupan seharian mereka.
Penggunaan bahasa Melayu ini nampaknya bukan kerana mereka tidak menguasai bahasa Thai, tetapi lebih merupakan upaya perumusan identiti etnik dan agama, kerana bagi mereka, bahasa Melayu tidak sekadar berfungsi sebagai bahasa ibu (mother tongue) belaka, lebih dari itu, bahasa Melayu adalah juga identiti keberagamaan.
Dalam hal ini, menjadi Melayu berarti menjadi seorang Muslim, kerana bahasa Melayu sangat erat terkait dengan Islam dan berbagai warisan budayanya. Inilah, antara lain, yang membezakan secara jelas Muslim Melayu-Patani dengan komuniti Thai lainnya, baik dalam hal bahasa, adat istiadat, agama, ataupun pola pikir mereka.
Kini, Patani merupakan salah satu dari empat daerah paling selatan di Thailand,
selain Yala, Narathiwat, dan Satun. Sejak awal, keempat daerah ini memang merupakan asas penting komuniti Melayu yang hampir seluruhnya beragama Islam.
Patani sendiri pernah menjadi salah satu pusat pendidikan Islam, dan—dalam konteks dunia Muslim Melayu—bahkan pernah dijuluki sebagai cradle of Islam. Sebutan ini nampaknya tidak terlalu berlebihan jika melihat kenyataan bahawa sejak dekad pertama abad 18 hingga awal abad 19, Patani telah melahirkan beberapa ulama terkenal dan produktif seperti Syaikh Dawud al-Fattani dan Syaikh Ahmad al-Fattani.
Di antara para ulama Melayu, Syaikh Dawud al-Fattani bahkan pernah dianggap sebagai “the most productive author of Kitab Jawi in the nineteenth century”. Ia telah menghasilkan sebanyak 66 kitab berkaitan pelbagai bidang keislaman. Berkaitan dengan keberadaannya sebagai pusat kebudayaan Islam-Melayu, Patani menjadi rujukan masyarakat Muslim Melayu untuk memperolehi pendidikan dasar keislaman sebelum mereka melanjutkan menimba ilmu di lembaga-lembaga pendidikan di Timur Tengah, khususnya di Haramayn: Makkah dan Madinah.
Murid-murid yang datang untuk belajar di Patani pun berasal dari berbagai belahan Dunia Melayu, termasuk Melayu-Indonesia. Di antara ulama Melayu-Indonesia yang pernah menempuh pendidikan dasarnya di beberapa lembaga pendidikan tradisional (pondok) di Patani adalah Syaikh Abdussamad al-Palimbani, seorang ulama yang paling produktif dan paling terkemuka dari Palembang. Di Patani inilah sesungguhnya al-Palimbani memperoleh “modal awal” untuk menjadi seorang pengarang dan penerjemah kitab di dunia Melayu.
Dalam konteks pendidikan ini, Patani sesungguhnya memiliki budaya dan karakter yang unik, baik yang berkaitan dengan masyarakat ataupun institusinya. Seperti halnya di wilayah Melayu-Nusantara lain, seperti Indonesia, Patani melahirkan banyak institusi pendidikan tradisional yang disebut pondok, dengan “tok guru” (Jawa: Kiai) sebagai pemimpin spiritualnya.
Melalui insitusi pondok ini, Patani berhasil menarik perhatian kelompok Muslim di wilayah lain untuk datang dan belajar agama di sana. Akhirnya, melalui proses belajar-mengajar di pondok yang berlangsung secara bersama inilah, Patani kemudian menjadi salah satu early center of Islam, atau, seperti telah dikemukakan, sebagai cradle of Islam in Southeast Asia. Kita boleh menyebut beberapa pondok yang beberapa di antaranya masih dapat dijumpai hingga kini, yakni Pondok Dalo, Pondok Semla, Pondok Bermin, Pondok Mango, dan beberapa pondok lain yang namanya selalu dihubungkan dengan “tok guru”nya masing-masing.
Artikel Pilihan 2 :
Tajuk : Historical reality: Siamese muslims king of nagara Kedah and Ayuttahaya.
Oleh : A.M Mazlan
Posted by : anaianai at Saturday, April 21, 2007
Sumber : http://sejarahnagarakedah.blogspot.com/2007/04/historical-reality-muslims-kings-of.html
The mistake by researchers on Pattani and Ayutthaya is that they always thought that Thais are descendent of the Siamese and all Thais themselves today think they are Siamese. In terms of people to country relationship this is correct but in term of monarchy to country relationship this is not so. The ruling Thai monarchy only came into power when Rama I, a Buddhist general was nominated as King after the attacked by Burmese Alaungphaya in 1767. Before this date, Siam was a Muslim empire ruling from Ayutthaya to the tip of peninsular Malaya and from Cambodia to Acheh. It form part of the Muslim Monggol Empire in India which is tributary to the Emperor of China (see map , "Empire of the Great Monggol,1744")
Today, the Malays of peninsular Malaysia especially in the northern state of Kedah, Perlis, Kelantan and Pattani in Thailand are the descendent of that Siamese Kingdom, before Ayutthaya was attacked. Siamese language, not thai is still spoken in this state, up to Haadyai in Thailand. Meanwhile, the Thai's originate from Lannathai where the Sukhothai Kingdom, led by their king, Alaungpaya (and later on by Prince Hsinbyushin) was allowed to set up their small kingdom within Ayutthaya borders as a tributary state to Siam. They then attacked the Toung Oo Kingdom (in Burma) which is tributary to Siam in 1758, then in 1767 invade Ayutthaya from Burma. Historically today, the Burmese takes the blame for attacking Ayutthaya in 1767.
During the invasion, they burnt all documents, art treasures, the libraries and its literature, and the archives housing its historical records pertaining to Muslims Ayutthaya and claim the Ayutthaya Kingdom to be Theravada Buddhist simply because the Siamese Muslim history started much earlier in Kedah (pls. refers to Hikayat Merong Mahawangsa). From Burma they purchased weapons from the British through an agreement in 1760.
With these new weapons they then attacked Muslims Ayutthaya in 1767. Therefore after 1767, the Siamese should be address as Thai because Sukhothai (the invaders of Siam), are Theravada Buddhist. Thaksin or Mukhtar Hussin (governer city of thak, hence thaksin) the Ayutthaya Muslim military tactician and strategist, sided with Alaungpaya and ruled for a few years in Lopburi. He was soon killed in the years to come for ridiculous reasons and replaced by the Chakri Rama I, Yot Fa Chula Lok, the first Buddhist King of Siam, of Sukuthai descendent. In Siamese (not Thai) Chula Lok carries the meaning 'son of a minister'.
Historical records have shown that religious tolerance in administration in a multi religion and multi culture society only existed in Muslim Ayutthaya (during Narai tenure as King) but not in Buddhist Thailand under the Chakri Kings. If they do exist, like in Muslim Malaysia today, then the situation in Pattani will not be like it is today. Human Right’s Watch claimed that Thai police and armies practice ‘ethnic cleansing’ in Pattani. Theres nothing new about this tactics because the same technics were used much earlier when attacking Kedah, Patani and Kelantan, the northern state of peninsular Malaysia in 1821, 1832 and 1876.
Since 1992 Thailand HRW has consistently been reporting to the Geneva-based UN Commission on Human Rights, 34 cases of disappearance, excluding Somchai’s, the human right lawyer disappearance. This tactic is not new to the Thais when they came down to Kedah in 1821, under Rama II instruction to hunt and killed the last King of Ayutthaya, Boromoraja Ekataat V, Sultan Sharib Shah Monggol, and his relatives in order to finish off his bloodline. He was ruling as the Raja of Ligor from 1767 to 1821. Durind the attacked, even innocent children and pregnant women in Kedah were not spared and brutally massacred (Read Sherrard Osbourne, "My Jounal in Malayan Waters: Blockade of Quedah", 1861).
On the Ayuttahaya Kingdom,
MAHA TAMMARAJA II
“Siamese King Chau Pija Si Thammarat, Sultan Sarib Shah Monggol, Siamese King , render of Islamic Emperor Pasai Siam which is in Siamese language known as Cau Pija Si Thammarat, Sultan Sarib Shah Monggol, Hereditary from Raja Siam of Dynasty Pija Maha Zin Tadhu Toung Oo Siam and Raja Ayu The Ya India, Sultan Bahador Shah Monggol, Son in law of Raja Siam Toung Oo Siam”. The Islamic Siamese King started from 1350 - 1767 - , An Assumption Of Prof D.G.E Hall,“A HISTORY OF SOUTH EAST ASIA”, 1955 by Datuk Ismail Salleh, Kedah Historian.
In 1876 the Thai’s invaded Kedah again and murdered Ekataat’s grandsons, Sultan Jaafar Mad Azam Syah (then ruling in Nagara Kedah) and his younger brother, Tengku Nai Long Abu Taha and they ruled Kedah for 5 years until 1881. During the 5 years period of ruling Kedah, they demolished not less than 15 palaces belonging to the King of Siam, their ancestors palaces, carted away furniture’s, documents and valuables possessions belonging to the King and murdered his relatives in order to stop his bloodline. All this happens under the nose of the British who did nothing but support the slaughter. Conspiracies such as this should be expose not hidden from the knowledge of current generations.
Sultan Jaafar Mad Azam Syah or better known as Long Jaafar descendent today is Tuanku Nai Long Kasim ibni Tuanku Nai Long Ahmad, the last surviving Muslim King of Siam. Meanwhile the descendent of Tuanku Nai Long Abu Toha (Raja of Bagan Serai), the younger brother of Sultan Jaafar Mad Azam Syah is non other than the current Malaysian Prime Minister, Dato Seri Abdullah Ahmad Badawi. Seeing on local TV, Dato Seri Abdullah Ahmad Badawi’s official visit to Thailand in early 2007 and meeting up with King Bhumiphol Adulyadej, I wonder who should bow down to whom. Some of the royal Siamese families in the 1800’s survived by changing their names and become a commoner, living out of fear whether their identities have been discovered. The King’s tomb is now located in Kedah, well taken care by his ancestors and so is the sword and Crown of Ayutthaya with Islamic writings inscribed around the crown.
Meanwhile, the people of Pattani are not of Thai’s origin but actually Muslims Siamese just like the Malays of Kedah, Kelantan and Perlis. With the British propaganda in Malaya all Siamese, Minang, Bugis, Banjar, Javanese are known as one common race that is Malays or Melayu. Hence the people of Patani is also known as Melayu while in fact they are also Siamese like their cousins in the northern states of Peninsular Malaysia. The Patani people clearly state that they do not want to be ruled by the Buddhist Chakri kings and prefers and autonomy Muslim state. It is their right to do so because historically they were a tributary state under ‘The Muslim Empire of the Siamese Continent of Kedah Pasai Ma’.
Local and foreign historical researchers making claims that Thai are Siamese are the same simply shows their blatant disregard and insight into the actual fact of history. The Siamese people still exist today in the northern state of peninsular Malaysia. They are just like the Malays of other Malay states who have Javanese, Bugis or Achenese ancestors. The Siamese language which is spoken daily is totally different from the Thai language although it sounds almost similar to the ear. The writings have however, disappeared.
The Siamese in Kedah, Kelantan and Perlis were not forced to change their cultural identity through the 'Phibul Songgram' and‘Rathaniyom Policy’ of one race, one language, as what happen to the people of Pattani who doesn’t speak Siamese anymore (they speaks thai) but maintain their Muslim’s religion. Until today certain culture of the Siamese like washing their feet before going to bed, taboo to touch one’s head, yellow attire for the ruling Sultan’s is still practiced in Malaysia.
Meanwhile upon completing these policies, the country of Siam was change to Thailand, ‘land of the free’. With the killing in Pattani today, the international nation of the world wonder how does the government of Thailand today define the word free. The muslims cannot even use their Muslims names, unlike in Malaysia where non Muslims can use their own names. According to a former British officer of the Colony negotiating independence in the 1950’s,
“If the affairs in this world were settled by common sense and equity, I personally have no doubt what ever that Patani ought to be seperated from Siam (read as thai) and become part of Malaya. The inhabitants are 90% Malays and 90 % Mohamedans (in a Buddhist county). All their connections are with the south, and particularly with Kelantan, and the Siamese (read as Thai) record in Patani is one of dreary mis-rule interspersed with sporadic outbursts of actual tyranny. There is no doubt that where the wishes of the inhabitants lie, and a fair plebiscite (if one could be arranged) could only have one result. In the complex affairs of international politics, however, mere practical considerations of this mind do not find much place”.
Marcinkowski, M. Ismail, wrote,
“Apparently there exist other fragments of Thai chronicles which survived the sack of the Ayutthaya in 1767 at the hands of Burmese invaders but to which the present author has had no access”.
In “Kidnapping Islam? Some Reflections on Southern Thailand's Muslim Community between Ethnocentrism and Constructive Conflict-Solution”, Marcinkowski, M Ismail also wrote,
“Today, more than 50 mosques are still extant in Ayutthaya and its environs. Although the Muslim population in that region seems to be nowadays entirely Sunnite, the existence of such a large comparatively number of mosques in that area bears witness to the importance of Ayutthaya for the Muslims in the past”.
The Ayutthaya Siamese King history has to be revealed because their bloodline has strong relationship with the ruling Raja of Perlis, Sultan of Kedah (queda), Perak (beruas), Selangor, Johor (klangkeo), Pahang (paham), Terengganu (talimgano)Kelantan, Riau (banqa), Acheh, Pattani, Brunei, Sulu, Persian, Rome, the Monggol of India and the Emperor of China. No claims over any territory is necessary. Furthermore without the revealation, history of countries in the Malay Archipelago seems unfinished.
The history of Ayutthaya in Thailand and History of Malaysia should be rewritten in a truthful and sincere manner.
Artikel Pilihan 3 : Ancaman Terbaru Patani :
Tajuk : Konspirasi Musuh terbongkar !
Sumber : http://patanikini.wordpress.com/konspirasi-musuh-terbongkar/
Konspirasi musuh terbongkar !!!
Sepanjang perjuangan rakyat Patani penuh dengan kepedihan dan pancaroba.Polemik Thai-Patani yang telah memuncak semenjak pembunuhan beramai-ramai umat islam oleh penjajah thai di masjid kerisik dan di balai polis tabal telah meningkat dari hari ke-hari.Setiap hari umat islam dibunuh secara kejam di kampung-kampung,walaupun dimasa yang sama pemimpin-pemimpin mereka di Bangkok menyeru dan mengajak pejuang berdamai.Sikap dua muka mereka ini alhamdulillah disedari oleh rakyat di kampung.Walau pun mereka juga mengalami kekalahan besar di segenap medan, baik tempur atau pun politik antarabangsa tetapi pihak tentera sentiasa mendakwa mereka dalam kemenangan.Ini kerana segala kekejaman dan penyembelihan orang-orang kampung yang mereka lakukan di letak diatas tanggungjawab pejuang.Kuncu-kuncu dan penjilat-penjilat mereka dari kalangan orang melayu juga turut mengiakan tohmahan ini.
Salain mendapat sokongan dari pengkhianat didalam negara, mereka juga berjaya memujuk dan merasuahkan anak-anak muda melayu yang sedang berada diluar negara yang sangat besar cita-cita mereka.
Baru-baru ini mereka mencipta berita palsu yang mengatakan pemimpin PULO telah mengajak pihak penjajah thai untuk berdamai dan meninggalkan peperangan.Ini adalah perangkap pihak penjajah untuk menimbulkan perbalahan sesama pejuang.Rancangan mereka akan gagal kerana selain beberapa kerat anak-anak muda yang sentiasa berjumpa dengan mereka di Geneva dan beberapa bandar di-eropah kesemua kumpulan pejuang telah bersepakat bahawa masa untuk berdamai dengan pihak musuh masih belum tiba.Perjuangan akan tetap diteruskan walau apa halangan yang sedang dihadapi.
Rakyat patani sekarang benar-benar menerajui perjuangan ini.Jika ada mana-mana pemimpin yang sudah letih atau bosan dengan perjuangan maka mereka akan ditinggal oleh rakyat.
Satu perkara lagi yang menyebabkan pihak tentera begitu yakin mereka boleh menang dalam perjuangan ini ialah kerana mereka telah berjaya mengugut/memujuk seramai 30 orang ulama-ulama yang berpengaruh untuk dijadikan ‘orang bersih.’ Mereka telah berjaya menubuhkan satu kumpulan ulama yang dalam bahasa Thai di panggil ‘Sam sib aarahan’ atau tiga puluh wali-wali yang mendapat hidayah.Pihak penjajah telah membuat perjumpaan dengan mereka-mereka ini setiap bulan selama beberapa hari di hotel atau tempat-tempat tertentu.Perjumpaan itu bertujuan memujuk ulama-ulama ini supaya memujuk rakyat menerima perdamaian.Mereka berjanji akan memberi apa sahaja kehendak rakyat melainkan kemerdekaan. Mereka juga telah merasuahkan pelbagai kemewahan kapada ulama-ulama tersebut.Ulama-ulama ini terdiri dari orang-orang yang dihormati oleh masyarakat dan mereka terkenal sebagai orang-orang yang tak pernah bekerjasama dengan penjajah thai.
Beberapa tahun yang lalu ASEAN iaitu badan kerjasama serantau telah mendesak semua negara ahli supaya menyelesaikan masaalah dalaman masing-masing sebelum tahun 2010.ASEAN berhasrat melaksanakan perjanjian AFTA sepenuhnya bermula tahun tersebut.Oleh itu negara-negara yang mempunyai masaalah dalaman saperti Thailand,Filipina,Indonesia dan Myammar diberi amaran supaya menyegerakan penyelesaian masing-masing.
Thailand,Filipina dan Indonesia telah meminta pertolongan Malaysia untuk menyelesaikan masaalah masing-masing.Thailand dan Malaysia telah bersetuju menubuh satu badan dinegara masing-masing dengan Malaysia menamakan ‘Task Force 2010′ dan Thai ‘Task Force 916′.Matlamat utama TaskForce 2010 ialah memujuk atau mendesak pejuang-pejuang yang berada diMalaysia dan beberapa tempat lain supaya bekerjasama dengan pihaknya untuk mendamaikan Patani. Mereka telah berjumpa denga beberapa pemimpin rakyat Patani serta berjanji dengan bermacam-macam bantuan!!!!!
Pihak penjajah thai pula telah melancarkan teknik yang lebih berbahaya.Mereka telah meluluskan untuk menambahkan bilangan rakyat keturunan thai dibumi Patani sabanyak sejuta orang.Untuk tujuan ini mereka akan menghantarkan sabanyak 100000 tentera ka bumi Patani sebelum 2010.Satakat ini mereka telah berjaya menghantar sebanyak 70000 tentera bersama isteri dan anak-anak.Bagi mereka yang tidak mempunyai isteri diberi galakan berupa hadiah yang lumayan supaya mereka ini berkahwin dengan wanita-wanita tempatan.Mereka digalak supaya berpura-pura memeluk ugama islam tujuan supaya di terima baik oleh penduduk setempat.
Pasukan-pasukan ini yang di panggil ‘Kong pun Pattana’ telah melanggar perjanjian sempadan dengan Malaysia tanpa disedari (atau munkin disedari).Dalam perjanjian sempadan kedua-dua negara tidak boleh menempatkan tentera diperbatasan dijarak yang di tetapkan tanpa memaklumkan pada negara sahabat.Tapi mereka secara licit telah mengubah nama tentera ini kapada ‘Tahan Pattana’ atau pasukan pembangunan luar bandar.Kesemua tentera-tentera ini telah diubah alamat kad pengenalan mereka dengan menukar alamat sebagai penduduk tetap wilayah-wilayah Patani !!!!!
Rancangan mereka apabila tiba tahun 2010 bila didesak oleh pihak ASEAN mereka akan mencadangkan pungutan suara bagi wilayah Patani bagi menentukan samaada rakyat ingin bersama dengan Thai atau berpisah dari nya.Dengan strateji pemindahan penduduk ini mereka dijangka berjaya menggandakan kapada sejuta bangsa Thai dibumi Patani!!!
Kita bimbang perancangan ini tidak hanya melibatkan pihak penjajah Thai sahaja tapi merupakan kesepakatan bersama.Jika ini berlaku maka sekali lagi bangsa melayu Patani di permainkan oleh kuasa-kuasa besar dan kuncu-kuncu mereka.
Allahumma solli ala muhammad wa aali muhammad
‘Ya allah perhatilah kami yang dhaif ini.Perhatikan tindak tanduk kami supaya tidak menyeleweng dari garisan mu. Ya allah berilah petunjuk kapada seluruh umat Islam Patani supaya menjunjung ugamamu menentang penjajah kafir.Porak perandakanlah segala perancangan mereka.Jahanamkan segala kesepakatan mereka untuk menghancurkan kami. Kucar kacirkan barisan mereka ketika pejuang-pejuang kami menyerang mereka. Sesungguhnya tidak ada lain yang kami rindu melainkan kemanisan syahid dan kemenangan hakiki!
Sollallahu alaihi wa alihi wasallam.
Tajuk : Islam : Dari Patani hingga ke Palembang
Posted by: faizn in Kelantan-Patani's Forgotten History
Sumber ; http://faizn.blog.friendster.com/2008/07/islam-dari-patani-hingga-ke-palembang/
Pembahasan tentang Dunia Melayu secara keseluruhan, tidak mungkin tanpa menyertakan wilayah Patani sebagai salah satu bahagian di dalamnya. Secara sejarah, wilayah Patani sejak awal telah memiliki keberkaitan dengan dunia Melayu, baik dalam bidang sosial, politik, perdagangan, ataupun kesusasteraan dan budaya.
Patani, yang secara geografis terletak di pesisir timur wilayah Selatan Thailand ini, sebelumnya pernah menjadi salah satu pusat kerajaan Melayu, dan hingga kini, sisa-sisa kejayaannya tersebut masih kelihatan, terutama kerana komuniti Muslim Melayu di Patani masih menggunakan bahasa Melayu (dialek Yawi/Jawi) dalam kehidupan seharian mereka.
Penggunaan bahasa Melayu ini nampaknya bukan kerana mereka tidak menguasai bahasa Thai, tetapi lebih merupakan upaya perumusan identiti etnik dan agama, kerana bagi mereka, bahasa Melayu tidak sekadar berfungsi sebagai bahasa ibu (mother tongue) belaka, lebih dari itu, bahasa Melayu adalah juga identiti keberagamaan.
Dalam hal ini, menjadi Melayu berarti menjadi seorang Muslim, kerana bahasa Melayu sangat erat terkait dengan Islam dan berbagai warisan budayanya. Inilah, antara lain, yang membezakan secara jelas Muslim Melayu-Patani dengan komuniti Thai lainnya, baik dalam hal bahasa, adat istiadat, agama, ataupun pola pikir mereka.
Kini, Patani merupakan salah satu dari empat daerah paling selatan di Thailand,
selain Yala, Narathiwat, dan Satun. Sejak awal, keempat daerah ini memang merupakan asas penting komuniti Melayu yang hampir seluruhnya beragama Islam.
Patani sendiri pernah menjadi salah satu pusat pendidikan Islam, dan—dalam konteks dunia Muslim Melayu—bahkan pernah dijuluki sebagai cradle of Islam. Sebutan ini nampaknya tidak terlalu berlebihan jika melihat kenyataan bahawa sejak dekad pertama abad 18 hingga awal abad 19, Patani telah melahirkan beberapa ulama terkenal dan produktif seperti Syaikh Dawud al-Fattani dan Syaikh Ahmad al-Fattani.
Di antara para ulama Melayu, Syaikh Dawud al-Fattani bahkan pernah dianggap sebagai “the most productive author of Kitab Jawi in the nineteenth century”. Ia telah menghasilkan sebanyak 66 kitab berkaitan pelbagai bidang keislaman. Berkaitan dengan keberadaannya sebagai pusat kebudayaan Islam-Melayu, Patani menjadi rujukan masyarakat Muslim Melayu untuk memperolehi pendidikan dasar keislaman sebelum mereka melanjutkan menimba ilmu di lembaga-lembaga pendidikan di Timur Tengah, khususnya di Haramayn: Makkah dan Madinah.
Murid-murid yang datang untuk belajar di Patani pun berasal dari berbagai belahan Dunia Melayu, termasuk Melayu-Indonesia. Di antara ulama Melayu-Indonesia yang pernah menempuh pendidikan dasarnya di beberapa lembaga pendidikan tradisional (pondok) di Patani adalah Syaikh Abdussamad al-Palimbani, seorang ulama yang paling produktif dan paling terkemuka dari Palembang. Di Patani inilah sesungguhnya al-Palimbani memperoleh “modal awal” untuk menjadi seorang pengarang dan penerjemah kitab di dunia Melayu.
Dalam konteks pendidikan ini, Patani sesungguhnya memiliki budaya dan karakter yang unik, baik yang berkaitan dengan masyarakat ataupun institusinya. Seperti halnya di wilayah Melayu-Nusantara lain, seperti Indonesia, Patani melahirkan banyak institusi pendidikan tradisional yang disebut pondok, dengan “tok guru” (Jawa: Kiai) sebagai pemimpin spiritualnya.
Melalui insitusi pondok ini, Patani berhasil menarik perhatian kelompok Muslim di wilayah lain untuk datang dan belajar agama di sana. Akhirnya, melalui proses belajar-mengajar di pondok yang berlangsung secara bersama inilah, Patani kemudian menjadi salah satu early center of Islam, atau, seperti telah dikemukakan, sebagai cradle of Islam in Southeast Asia. Kita boleh menyebut beberapa pondok yang beberapa di antaranya masih dapat dijumpai hingga kini, yakni Pondok Dalo, Pondok Semla, Pondok Bermin, Pondok Mango, dan beberapa pondok lain yang namanya selalu dihubungkan dengan “tok guru”nya masing-masing.
Artikel Pilihan 2 :
Tajuk : Historical reality: Siamese muslims king of nagara Kedah and Ayuttahaya.
Oleh : A.M Mazlan
Posted by : anaianai at Saturday, April 21, 2007
Sumber : http://sejarahnagarakedah.blogspot.com/2007/04/historical-reality-muslims-kings-of.html
The mistake by researchers on Pattani and Ayutthaya is that they always thought that Thais are descendent of the Siamese and all Thais themselves today think they are Siamese. In terms of people to country relationship this is correct but in term of monarchy to country relationship this is not so. The ruling Thai monarchy only came into power when Rama I, a Buddhist general was nominated as King after the attacked by Burmese Alaungphaya in 1767. Before this date, Siam was a Muslim empire ruling from Ayutthaya to the tip of peninsular Malaya and from Cambodia to Acheh. It form part of the Muslim Monggol Empire in India which is tributary to the Emperor of China (see map , "Empire of the Great Monggol,1744")
Today, the Malays of peninsular Malaysia especially in the northern state of Kedah, Perlis, Kelantan and Pattani in Thailand are the descendent of that Siamese Kingdom, before Ayutthaya was attacked. Siamese language, not thai is still spoken in this state, up to Haadyai in Thailand. Meanwhile, the Thai's originate from Lannathai where the Sukhothai Kingdom, led by their king, Alaungpaya (and later on by Prince Hsinbyushin) was allowed to set up their small kingdom within Ayutthaya borders as a tributary state to Siam. They then attacked the Toung Oo Kingdom (in Burma) which is tributary to Siam in 1758, then in 1767 invade Ayutthaya from Burma. Historically today, the Burmese takes the blame for attacking Ayutthaya in 1767.
During the invasion, they burnt all documents, art treasures, the libraries and its literature, and the archives housing its historical records pertaining to Muslims Ayutthaya and claim the Ayutthaya Kingdom to be Theravada Buddhist simply because the Siamese Muslim history started much earlier in Kedah (pls. refers to Hikayat Merong Mahawangsa). From Burma they purchased weapons from the British through an agreement in 1760.
With these new weapons they then attacked Muslims Ayutthaya in 1767. Therefore after 1767, the Siamese should be address as Thai because Sukhothai (the invaders of Siam), are Theravada Buddhist. Thaksin or Mukhtar Hussin (governer city of thak, hence thaksin) the Ayutthaya Muslim military tactician and strategist, sided with Alaungpaya and ruled for a few years in Lopburi. He was soon killed in the years to come for ridiculous reasons and replaced by the Chakri Rama I, Yot Fa Chula Lok, the first Buddhist King of Siam, of Sukuthai descendent. In Siamese (not Thai) Chula Lok carries the meaning 'son of a minister'.
Historical records have shown that religious tolerance in administration in a multi religion and multi culture society only existed in Muslim Ayutthaya (during Narai tenure as King) but not in Buddhist Thailand under the Chakri Kings. If they do exist, like in Muslim Malaysia today, then the situation in Pattani will not be like it is today. Human Right’s Watch claimed that Thai police and armies practice ‘ethnic cleansing’ in Pattani. Theres nothing new about this tactics because the same technics were used much earlier when attacking Kedah, Patani and Kelantan, the northern state of peninsular Malaysia in 1821, 1832 and 1876.
Since 1992 Thailand HRW has consistently been reporting to the Geneva-based UN Commission on Human Rights, 34 cases of disappearance, excluding Somchai’s, the human right lawyer disappearance. This tactic is not new to the Thais when they came down to Kedah in 1821, under Rama II instruction to hunt and killed the last King of Ayutthaya, Boromoraja Ekataat V, Sultan Sharib Shah Monggol, and his relatives in order to finish off his bloodline. He was ruling as the Raja of Ligor from 1767 to 1821. Durind the attacked, even innocent children and pregnant women in Kedah were not spared and brutally massacred (Read Sherrard Osbourne, "My Jounal in Malayan Waters: Blockade of Quedah", 1861).
On the Ayuttahaya Kingdom,
MAHA TAMMARAJA II
“Siamese King Chau Pija Si Thammarat, Sultan Sarib Shah Monggol, Siamese King , render of Islamic Emperor Pasai Siam which is in Siamese language known as Cau Pija Si Thammarat, Sultan Sarib Shah Monggol, Hereditary from Raja Siam of Dynasty Pija Maha Zin Tadhu Toung Oo Siam and Raja Ayu The Ya India, Sultan Bahador Shah Monggol, Son in law of Raja Siam Toung Oo Siam”. The Islamic Siamese King started from 1350 - 1767 - , An Assumption Of Prof D.G.E Hall,“A HISTORY OF SOUTH EAST ASIA”, 1955 by Datuk Ismail Salleh, Kedah Historian.
In 1876 the Thai’s invaded Kedah again and murdered Ekataat’s grandsons, Sultan Jaafar Mad Azam Syah (then ruling in Nagara Kedah) and his younger brother, Tengku Nai Long Abu Taha and they ruled Kedah for 5 years until 1881. During the 5 years period of ruling Kedah, they demolished not less than 15 palaces belonging to the King of Siam, their ancestors palaces, carted away furniture’s, documents and valuables possessions belonging to the King and murdered his relatives in order to stop his bloodline. All this happens under the nose of the British who did nothing but support the slaughter. Conspiracies such as this should be expose not hidden from the knowledge of current generations.
Sultan Jaafar Mad Azam Syah or better known as Long Jaafar descendent today is Tuanku Nai Long Kasim ibni Tuanku Nai Long Ahmad, the last surviving Muslim King of Siam. Meanwhile the descendent of Tuanku Nai Long Abu Toha (Raja of Bagan Serai), the younger brother of Sultan Jaafar Mad Azam Syah is non other than the current Malaysian Prime Minister, Dato Seri Abdullah Ahmad Badawi. Seeing on local TV, Dato Seri Abdullah Ahmad Badawi’s official visit to Thailand in early 2007 and meeting up with King Bhumiphol Adulyadej, I wonder who should bow down to whom. Some of the royal Siamese families in the 1800’s survived by changing their names and become a commoner, living out of fear whether their identities have been discovered. The King’s tomb is now located in Kedah, well taken care by his ancestors and so is the sword and Crown of Ayutthaya with Islamic writings inscribed around the crown.
Meanwhile, the people of Pattani are not of Thai’s origin but actually Muslims Siamese just like the Malays of Kedah, Kelantan and Perlis. With the British propaganda in Malaya all Siamese, Minang, Bugis, Banjar, Javanese are known as one common race that is Malays or Melayu. Hence the people of Patani is also known as Melayu while in fact they are also Siamese like their cousins in the northern states of Peninsular Malaysia. The Patani people clearly state that they do not want to be ruled by the Buddhist Chakri kings and prefers and autonomy Muslim state. It is their right to do so because historically they were a tributary state under ‘The Muslim Empire of the Siamese Continent of Kedah Pasai Ma’.
Local and foreign historical researchers making claims that Thai are Siamese are the same simply shows their blatant disregard and insight into the actual fact of history. The Siamese people still exist today in the northern state of peninsular Malaysia. They are just like the Malays of other Malay states who have Javanese, Bugis or Achenese ancestors. The Siamese language which is spoken daily is totally different from the Thai language although it sounds almost similar to the ear. The writings have however, disappeared.
The Siamese in Kedah, Kelantan and Perlis were not forced to change their cultural identity through the 'Phibul Songgram' and‘Rathaniyom Policy’ of one race, one language, as what happen to the people of Pattani who doesn’t speak Siamese anymore (they speaks thai) but maintain their Muslim’s religion. Until today certain culture of the Siamese like washing their feet before going to bed, taboo to touch one’s head, yellow attire for the ruling Sultan’s is still practiced in Malaysia.
Meanwhile upon completing these policies, the country of Siam was change to Thailand, ‘land of the free’. With the killing in Pattani today, the international nation of the world wonder how does the government of Thailand today define the word free. The muslims cannot even use their Muslims names, unlike in Malaysia where non Muslims can use their own names. According to a former British officer of the Colony negotiating independence in the 1950’s,
“If the affairs in this world were settled by common sense and equity, I personally have no doubt what ever that Patani ought to be seperated from Siam (read as thai) and become part of Malaya. The inhabitants are 90% Malays and 90 % Mohamedans (in a Buddhist county). All their connections are with the south, and particularly with Kelantan, and the Siamese (read as Thai) record in Patani is one of dreary mis-rule interspersed with sporadic outbursts of actual tyranny. There is no doubt that where the wishes of the inhabitants lie, and a fair plebiscite (if one could be arranged) could only have one result. In the complex affairs of international politics, however, mere practical considerations of this mind do not find much place”.
Marcinkowski, M. Ismail, wrote,
“Apparently there exist other fragments of Thai chronicles which survived the sack of the Ayutthaya in 1767 at the hands of Burmese invaders but to which the present author has had no access”.
In “Kidnapping Islam? Some Reflections on Southern Thailand's Muslim Community between Ethnocentrism and Constructive Conflict-Solution”, Marcinkowski, M Ismail also wrote,
“Today, more than 50 mosques are still extant in Ayutthaya and its environs. Although the Muslim population in that region seems to be nowadays entirely Sunnite, the existence of such a large comparatively number of mosques in that area bears witness to the importance of Ayutthaya for the Muslims in the past”.
The Ayutthaya Siamese King history has to be revealed because their bloodline has strong relationship with the ruling Raja of Perlis, Sultan of Kedah (queda), Perak (beruas), Selangor, Johor (klangkeo), Pahang (paham), Terengganu (talimgano)Kelantan, Riau (banqa), Acheh, Pattani, Brunei, Sulu, Persian, Rome, the Monggol of India and the Emperor of China. No claims over any territory is necessary. Furthermore without the revealation, history of countries in the Malay Archipelago seems unfinished.
The history of Ayutthaya in Thailand and History of Malaysia should be rewritten in a truthful and sincere manner.
Artikel Pilihan 3 : Ancaman Terbaru Patani :
Tajuk : Konspirasi Musuh terbongkar !
Sumber : http://patanikini.wordpress.com/konspirasi-musuh-terbongkar/
Konspirasi musuh terbongkar !!!
Sepanjang perjuangan rakyat Patani penuh dengan kepedihan dan pancaroba.Polemik Thai-Patani yang telah memuncak semenjak pembunuhan beramai-ramai umat islam oleh penjajah thai di masjid kerisik dan di balai polis tabal telah meningkat dari hari ke-hari.Setiap hari umat islam dibunuh secara kejam di kampung-kampung,walaupun dimasa yang sama pemimpin-pemimpin mereka di Bangkok menyeru dan mengajak pejuang berdamai.Sikap dua muka mereka ini alhamdulillah disedari oleh rakyat di kampung.Walau pun mereka juga mengalami kekalahan besar di segenap medan, baik tempur atau pun politik antarabangsa tetapi pihak tentera sentiasa mendakwa mereka dalam kemenangan.Ini kerana segala kekejaman dan penyembelihan orang-orang kampung yang mereka lakukan di letak diatas tanggungjawab pejuang.Kuncu-kuncu dan penjilat-penjilat mereka dari kalangan orang melayu juga turut mengiakan tohmahan ini.
Salain mendapat sokongan dari pengkhianat didalam negara, mereka juga berjaya memujuk dan merasuahkan anak-anak muda melayu yang sedang berada diluar negara yang sangat besar cita-cita mereka.
Baru-baru ini mereka mencipta berita palsu yang mengatakan pemimpin PULO telah mengajak pihak penjajah thai untuk berdamai dan meninggalkan peperangan.Ini adalah perangkap pihak penjajah untuk menimbulkan perbalahan sesama pejuang.Rancangan mereka akan gagal kerana selain beberapa kerat anak-anak muda yang sentiasa berjumpa dengan mereka di Geneva dan beberapa bandar di-eropah kesemua kumpulan pejuang telah bersepakat bahawa masa untuk berdamai dengan pihak musuh masih belum tiba.Perjuangan akan tetap diteruskan walau apa halangan yang sedang dihadapi.
Rakyat patani sekarang benar-benar menerajui perjuangan ini.Jika ada mana-mana pemimpin yang sudah letih atau bosan dengan perjuangan maka mereka akan ditinggal oleh rakyat.
Satu perkara lagi yang menyebabkan pihak tentera begitu yakin mereka boleh menang dalam perjuangan ini ialah kerana mereka telah berjaya mengugut/memujuk seramai 30 orang ulama-ulama yang berpengaruh untuk dijadikan ‘orang bersih.’ Mereka telah berjaya menubuhkan satu kumpulan ulama yang dalam bahasa Thai di panggil ‘Sam sib aarahan’ atau tiga puluh wali-wali yang mendapat hidayah.Pihak penjajah telah membuat perjumpaan dengan mereka-mereka ini setiap bulan selama beberapa hari di hotel atau tempat-tempat tertentu.Perjumpaan itu bertujuan memujuk ulama-ulama ini supaya memujuk rakyat menerima perdamaian.Mereka berjanji akan memberi apa sahaja kehendak rakyat melainkan kemerdekaan. Mereka juga telah merasuahkan pelbagai kemewahan kapada ulama-ulama tersebut.Ulama-ulama ini terdiri dari orang-orang yang dihormati oleh masyarakat dan mereka terkenal sebagai orang-orang yang tak pernah bekerjasama dengan penjajah thai.
Beberapa tahun yang lalu ASEAN iaitu badan kerjasama serantau telah mendesak semua negara ahli supaya menyelesaikan masaalah dalaman masing-masing sebelum tahun 2010.ASEAN berhasrat melaksanakan perjanjian AFTA sepenuhnya bermula tahun tersebut.Oleh itu negara-negara yang mempunyai masaalah dalaman saperti Thailand,Filipina,Indonesia dan Myammar diberi amaran supaya menyegerakan penyelesaian masing-masing.
Thailand,Filipina dan Indonesia telah meminta pertolongan Malaysia untuk menyelesaikan masaalah masing-masing.Thailand dan Malaysia telah bersetuju menubuh satu badan dinegara masing-masing dengan Malaysia menamakan ‘Task Force 2010′ dan Thai ‘Task Force 916′.Matlamat utama TaskForce 2010 ialah memujuk atau mendesak pejuang-pejuang yang berada diMalaysia dan beberapa tempat lain supaya bekerjasama dengan pihaknya untuk mendamaikan Patani. Mereka telah berjumpa denga beberapa pemimpin rakyat Patani serta berjanji dengan bermacam-macam bantuan!!!!!
Pihak penjajah thai pula telah melancarkan teknik yang lebih berbahaya.Mereka telah meluluskan untuk menambahkan bilangan rakyat keturunan thai dibumi Patani sabanyak sejuta orang.Untuk tujuan ini mereka akan menghantarkan sabanyak 100000 tentera ka bumi Patani sebelum 2010.Satakat ini mereka telah berjaya menghantar sebanyak 70000 tentera bersama isteri dan anak-anak.Bagi mereka yang tidak mempunyai isteri diberi galakan berupa hadiah yang lumayan supaya mereka ini berkahwin dengan wanita-wanita tempatan.Mereka digalak supaya berpura-pura memeluk ugama islam tujuan supaya di terima baik oleh penduduk setempat.
Pasukan-pasukan ini yang di panggil ‘Kong pun Pattana’ telah melanggar perjanjian sempadan dengan Malaysia tanpa disedari (atau munkin disedari).Dalam perjanjian sempadan kedua-dua negara tidak boleh menempatkan tentera diperbatasan dijarak yang di tetapkan tanpa memaklumkan pada negara sahabat.Tapi mereka secara licit telah mengubah nama tentera ini kapada ‘Tahan Pattana’ atau pasukan pembangunan luar bandar.Kesemua tentera-tentera ini telah diubah alamat kad pengenalan mereka dengan menukar alamat sebagai penduduk tetap wilayah-wilayah Patani !!!!!
Rancangan mereka apabila tiba tahun 2010 bila didesak oleh pihak ASEAN mereka akan mencadangkan pungutan suara bagi wilayah Patani bagi menentukan samaada rakyat ingin bersama dengan Thai atau berpisah dari nya.Dengan strateji pemindahan penduduk ini mereka dijangka berjaya menggandakan kapada sejuta bangsa Thai dibumi Patani!!!
Kita bimbang perancangan ini tidak hanya melibatkan pihak penjajah Thai sahaja tapi merupakan kesepakatan bersama.Jika ini berlaku maka sekali lagi bangsa melayu Patani di permainkan oleh kuasa-kuasa besar dan kuncu-kuncu mereka.
Allahumma solli ala muhammad wa aali muhammad
‘Ya allah perhatilah kami yang dhaif ini.Perhatikan tindak tanduk kami supaya tidak menyeleweng dari garisan mu. Ya allah berilah petunjuk kapada seluruh umat Islam Patani supaya menjunjung ugamamu menentang penjajah kafir.Porak perandakanlah segala perancangan mereka.Jahanamkan segala kesepakatan mereka untuk menghancurkan kami. Kucar kacirkan barisan mereka ketika pejuang-pejuang kami menyerang mereka. Sesungguhnya tidak ada lain yang kami rindu melainkan kemanisan syahid dan kemenangan hakiki!
Sollallahu alaihi wa alihi wasallam.
Ya ALLAH, KAU berikanlah kemenangan kepada pejuang2 Mu yang berjuang demi kebenaran.Amin
ReplyDeleteKasihanilah umat Melayu Pattani yang telah lama tersiksa.
Bantulah saudara jiran kita dan nyatakanlah sokongan kita kepada mereka.
ALLAHUAKBAR 3X